Secara istilah tathayyur memiliki arti beranggapan sial karena adanya sesuatu. Sedangkan Tathayyur secara bahasa berasal dari kata thair yang berarti burung. Hal ini dikarenakan dahulu orang Arab jahiliyah mengundi nasib dengan menerbangkan burung, apabila burung tersebut terbang ke kanan maka ia akan bernasib baik namun sebaliknya, jika burung terbang ke kiri maka ia akan bernasib buruk.
Namun tathayyur tidak hanya mengenai burung saja, ia memiliki makna yang luas. Tathayyur adalah menganggap seseorang tertimpa musibah karena alasan sial atau alasan yang tidak masuk akal yang bukan merupakan sebab dilihat dari sisi syar’i atau inderawi.
Sebagian ulama membedakan ath thiyarah dengan at tathayyur. Al Qarafi rahimahullah mengatakan :
فالتطير: هو الظن السيّئُ الكائن في القلب، والطِّـيَرة: هو الفعل المرتَّب على هذا الظن من فرار أو غيره
“at tathayyur artinya sangkaan dalam hati bahwa akan terjadi kesialan. Sedangkan at thiyarah adalah perbuatan yang dihasilkan dari tathayyur, yaitu berupa lari atau perbuatan lainnya” (al Furuq, 4/1367).
Contoh Perbuatan Tathayyur
Salah satu contoh tathayyur ialah ketika seseorang hendak bepergian kemudian tiba-tiba terdapat cicak yang menjatuhi dirinya. Kemudian dia beranggapan akan mendapat kesialan dengan pertanda cicak tersebut. Namun, jika kemudian dia memutuskan untuk mengurungkan niatnya bepergian, maka itulah yang disebut sebagai thiyarah.
Contoh tathayyur lainnya :
- Merasa akan ada yang meninggal jika melihat burung gagak
- Merasa akan sial jika duduk di depan pintu
- Merasa akan sial ketika mata/telinganya berkedut
- Merasa akan sial jika menabrak kucing
- Merasa akan sial jika gelas pecah
- Menganggap datangnya musibah disebabkan oleh seseorang
- Menganggap bulan Muharram (Suro) adalah bulan keramat yang penuh malapetaka.
Bahaya Mempercayai Tathayyur
Tathayyur merupakan salah satu perbuatan yang menuju kepada kesyirikan. Sedangkan syirik sendiri adalah dosa besar yang tidak diampuni oleh Allah SWT. Tathayyur merupakan kesyirikan. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak memberikan tanda kesialan atau menjadikannya sebab bagi apa yang ditakutkan.
Adapula riwayat hadits dari Ibnu ‘Amr, “Barangsiapa yang mengurungkan hajatnya karena tathayyur, maka ia benar-benar telah berbuat kemusyrikan. Mereka berkata, ‘Lalu apa yang dapat menghapus itu?’ Ia berkata, ‘Hendaknya orang itu berkata,
اللًّهُمَّ لاَ خَيْرَ إلاَّ خَيْرُكَ وَلاَ طَيْرَ إلاَّ طَيْرُكَ
‘Ya Allah, tidak ada kebaikan kecuali kebaikan-Mu dan tidak ada kesialan kecuali kesialan dari engkau dan tidak ada illah yang haq selain Engkau.’” (HR.Ahmad)
Selain merupakan kesyirikan, sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, orang yang melakukan tathayyur juga dikatakan oleh Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa ia bukan golongan Nabi. Dari Imran bin Hushain radhiallahu’anhu, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
ليس منا من تطيَّر أو تُطُيِّرَ له
“Bukan bagian dari kami orang yang melakukan tathayyur atau orang yang meminta dilakukan tathayyur untuknya” (HR. Al Bazzar no. 3578, dihasankan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [6/311]).
Kesimpulan
Tathayyur sangat berbeda dengan prinsip tauhid, karena menyangkut keyakinan kepada hal-hal selain Allah SWT sebagai penentu nasib. Dalam Islam, hanya Allah SWT yang memiliki kuasa penuh atas segala sesuatu. Keyakinan kepada-Nya harus melampaui prasangka buruk atau menganggap sial yang tidak berdasar.
Sebagai umat Islam, kita dianjurkan untuk menjauhkan diri dari segala bentuk tathayyur dan menguatkan keimanan kepada Allah SWT dengan bertawakkal kepada-Nya.
…وَمَنْ يَّتَوَكَّلْ عَلَى اللّٰهِ فَهُوَ حَسْبُهٗۗ…
Artinya : “…Siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya..” (QS. At-Thalaq: 3)
Wallahu a’lam bishawab.