Istilah flexing, istilah ini belum lama trending di dunia maya. Flexing merupakan istilah untuk menggambarkan sikap orang yang senang pamer kekayaan dan kenikmatan duniawi yang dimilikinya. Misalnya mobil mewah, jam tangan mahal, prestasi gemilang, makan di restoran ternama, dan sejenisnya yang sulit didapatkan orang biasa pada umumnya.
Tidak samar lagi, bahwa flexing merupakan gambaran seseorang yang bangga akan pencapaian duniawi. Dan secara umum, perasaan bangga yang berlebih terhadap duniawi merupakan sikap yang buruk. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam surah Ar-Ra’d ayat 26,
اَللّٰهُ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ وَيَقْدِرُ ۗوَفَرِحُوْا بِالْحَيٰوةِ الدُّنْيَاۗ وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَا فِى الْاٰخِرَةِ اِلَّا مَتَاعٌ ࣖ
۞ اِنَّ قَارُوْنَ كَانَ مِنْ قَوْمِ مُوْسٰى فَبَغٰى عَلَيْهِمْ ۖوَاٰتَيْنٰهُ مِنَ الْكُنُوْزِ مَآ اِنَّ مَفَاتِحَهٗ لَتَنُوْۤاُ بِالْعُصْبَةِ اُولِى الْقُوَّةِ اِذْ قَالَ لَهٗ قَوْمُهٗ لَا تَفْرَحْ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْفَرِحِيْنَ
Lalu apa bedanya flexing dengan “at-tahadduts bin ni’mah”?
Orang yang flexing bisa saja menggunakan dalih bahwa tindakan mereka itu dalam rangka menyampaikan atau menceritakan nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan kepada kita (at-tahadduts bin ni’mah), sebagaimana ayat,
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh-Dhuha: 11)
At-tahadduts bin ni’mah merupakan salah satu bentuk bersyukur kepada Allah Ta’ala terhadap nikmat-nikmat yang telah Allah berikan. Abu Nadhrah rahimahullah mengatakan,
كان المسلمون يرون أن من شُكْرِ النعم أن يحدّثَ بها
“Kaum muslimin sepakat bahwa di antara bentuk mensyukuri nikmat adalah dengan menceritakan nikmat tersebut (yaitu, at-tahdduts bin ni’mah).” (Tafsir Ath-Thabari, 24: 489)
At-tahadduts bin ni’mah adalah menampakkan kenikmatan tersebut sebagai bentuk syukur kepada Dzat yang memberi, yaitu Allah Ta’ala. Dalam at-tahadduts bin ni’mah, seseorang lebih banyak memuji Dzat yang memberi, tujuannya adalah untuk mengagungkan Dzat yang memberi (Allah). Artinya, seseorang menyampaikan nikmat dengan maksud utamanya untuk menunjukkan bahwa semua itu dia raih adalah semata-mata karena kemudahan, pertolongan, dan nikmat dari Allah Ta’ala, bukan karena kemampuan dia sendiri. Misalnya, ketika seseorang memiliki suatu pencapaian, dia mengatakan, “Alhamdulillah, karena kemudahan dan pertolongan dari Allah, saya begini dan begitu … “ Ketika dia bercerita, dia lebih banyak memuji Allah Ta’ala. Inilah bentuk at-tahadduts bin ni’mah yang dimaksudkan oleh ayat tersebut.
Adapun flexing, dia lebih fokus kepada kenikmatan tersebut dan merasa bahwa dia lebih hebat daripada orang lain. Dia lebih membanggakan materi. Selain itu, ketika dia menceritakan atau menunjukkan nikmat duniawi tersebut, sedikit pun tidak ada maksud untuk mengagungkan Allah Ta’ala. Inilah yang dimaksud dengan orang yang pamer atau berbangga dengan dunia (al-fakhru bid dun-ya). Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa’: 36)
Namun, ketika seseorang menceritakan atau menampakkan nikmat sering kali samar apakah itu termasuk Tahadduts bin ni’mah atau riya’ (pamer). Namun semuanya dikembalikan kepada pelaku. Apabila ia bertujuan menampakkan nikmat dengan mengharap ridho Allah Swt. maka tergolong Tahadduts bin ni’mah. Sebaliknya, apabila ia melakukan hal tersebut dengan tujuan mendapatkan apresiasi manusia, maka termasuk riya’ (pamer) yang harus dihindari. Sehingga menata hati dengan niat yang baik memiliki peran urgen dalam menceritakan atau menampakkan nikmat yang diperolehnya. Wallahu a’lam.