Nusaibah binti Ka’ab Al-Anshariyah adalah seorang sahabat wanita Rasulullah SAW yang agung dan pemberani dalam berperang. Shahabiyah ini yang akrab disapa Ummu Ammarah ini masuk Islam bersama dengan suami, yakni Zaid bin Ashim, dan anak-anaknya. Nusaibah binti Ka’ab juga dijuluki Sang Perisai Rasulullah.
Keluarga kecil nan bersahaja ini setia mengikuti perjalanan dakwah Rasulullah. Tak terkecuali perang jihad di jalan Allah. Salah satu kisah kepahlawanan Nusaibah binti Ka’ab yang paling dikenal sepanjang sejarah ialah ketika ia bergabung menjadi pasukan dalam Perang Uhud.
Nusaibah binti Ka’ab Ikut Serta dalam Perang Uhud
Nabi SAW berdoa mengenai suami Ummu Ammarah, “Semoga Allah memberkahi kalian sekeluarga.”
Istri Zaid bin Ashim tersebut lalu memohon kepada beliau, “Berdoalah kepada Allah agar kami menemani Anda di surga.”
Nabi SAW kemudian bersabda, “Ya Allah, jadikanlah mereka (keluarga Zaid bin Ashim) sebagai teman-temanku di surga.”
Maka teramat suka cita Nusaibah mendengar doa itu.
Dalam sebuah riwayat, disebutkan bahwa dirinya berkata, “Aku tidak peduli lagi dengan musibah yang menimpaku di dunia sejak Rasulullah berdoa begitu.”
Pada Perang Uhud, awalnya Nusaibah ditugaskan untuk menyiapkan kebutuhan logistik dan medis bersama para wanita lainnya. Ia menyiapkan pasokan air untuk para prajurit muslim dan mengobati mereka yang terluka. Ketika kaum muslim dalam keadaan kacau karena para pemanah di bukit itu melanggar perintah Rasulullah, nyawa Rasulullah dalam bahaya.
Melihat Raslullah yang dilanda kesulitan menangkis serangan itu sendirian, Nusaibah segera mempersenjatai dirinya dan bergabung dengan pasukan lain untuk membentuk pertahanan melindungi beliau. Nusaibah binti Ka’ab berperang melawan musuh Islam dalam Perang Uhud dengan sangat mengagumkan.
Ia menggunakan ikat pinggang pada perutnya hingga menderita luka-luka di sekujur tubuhnya. Dalam suatu riwayat disebutkan, Nusaibah berperang penuh dengan keberanian hingga ia tidak menghiraukan keadaan dirinya sendiri ketika membela Rasulullah SAW.
Sekurangnya ada sekitar 12 luka di tubuh Nusaibah dengan luka di bagian leher yang paling parah. Namun, hebatnya Nusaibah tidak pernah mengeluh, mengadu, ataupun bersedih sedikit pun atas segala luka yang ia rasakan.
Ketika Rasulullah SAW melihat Nusaibah terluka, beliau bersabda, “Wahai Abdullah (putra Nusaibah), balutlah luka ibumu! Ya Allah, jadikanlah Nusaibah dan anaknya sebagai sahabatku di dalam surga.”
Mendengar doa Rasulullah SAW tersebut, Nusaibah tidak lagi menghiraukan segala luka yang ada di tubuhnya dan terus berperang membela Islam. Nusaibah binti Ka’ab pernah bercerita tentang kejadian Perang Uhud.
“Aku melihat orang-orang yang sudah menjauhi Rasulullah SAW hingga tinggal sekelompok kecil yang tidak sampai sepuluh orang. Aku, kedua anakku, dan suamiku berada di depan beliau untuk melindunginya. Kala itu, pasukan berkuda dari pihak musuh menyerang kami. Seandainya mereka berjalan kaki sebagaimana kami, insya Allah kami dapat mengalahkan mereka dengan mudah. Ketika ada seorang laki-laki berkuda mendekat dan memukulku, aku menangkisnya dan ia pun tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika ia hendak merunduk untuk memukulkan pedangnya kepadaku, aku pukul urat kaki kudanya hingga jatuh terguling.
Melihat hal itu, Rasulullah SAW berseru, ‘Wahai putra Ummu Imarah! Bantulah ibumu! Bantulah ibumu!’ Kemudian, putraku membantuku untuk mengalahkan musuh hingga aku berhasil membunuhnya.Ketika Rasulullah SAW wafat, ada beberapa kabilah yang murtad dari Islam di bawah pimpinan Musailamah al-Kadzab. Khalifah Abu Bakar kemudian mengambil keputusan untuk memerangi orang-orang tersebut.
Saat itu juga, bersegeralah Nusaibah mendatangi Abu Bakar dan meminta izin untuk bergabung bersama pasukan lainnya. Dalam Perang tersebut, Nusaibah mendapatkan ujian yang berat. Putranya yang bernama Habib tertawan oleh Musailamah al-Kadzab dan disiksa dengan memotong anggota tubuhnya sampai mati syahid.
Selanjutnya, Nusaibah mengincar Musailimah al-Kadzab. Lantas, seorang laki-laki dari pengikutnya muncul secara tiba-tiba. Sabetan pedangnya memutus tangan Muslimah tersebut. “Demi Allah, aku tidak memperdulikan itu hingga kutemui si manusia jahat (Musailimah al-Kadzab) telah terbunuh. Lalu putraku menutupi lukaku dengan bajunya,” tutur dia.
Belakangan, Nusaibah mengetahui bahwa senjata yang menghabisi nyawa si nabi palsu adalah milik putranya. “Kukatakan padanya, ‘Kau yang membunuhnya, wahai putraku’? Ia menjawab, ‘Iya, Bu,’” kenangnya.
Dari kisah shahabiyah Nusaibah binti Ka’ab diatas bisa kita ambil hikmah dan pelajaran untuk senantiasa berani untuk membela apapun dan siapapun yang berada di jalan yang benar. Karena Allah SWT pasti akan memberikan jalan pada siapapun yang memiliki niat mulia. Memang, di zaman ini perang jarang terjadi, namun kita semua bisa berjihad dengan memela kebenaran tak tak ikut kepada jalan yang menjauhka diri dari Allah. Semoga kita bisa seberani Nusaibah binti Ka’ab, sang perisai Rasulullah SAW yang membela Islam, kebenaran dan kemanusiaan, hingga akhir hayat. Aamiin.