Setiap muslim wajib baginya mengimani perkara yang telah digariskan oleh Allah untuknya. Hal-hal yang berkaitan dengan kepercayaan seorang muslim telah tercantum dalam rukun iman yang 6, yakni iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada rasul, iman kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar.
Percaya dengan adanya takdir merupakan salah satu rukun iman. Pada realitanya, sebagian manusia lupa dan lalai akan kewajibannya untuk mempercayai apa yang telah ditakdirkan untuknya. Jika ditimpa kesulitan, sebagian manusia akan merasa bahwa ia sedang ditimpa kesialan. Padahal, pada setiap kejadian pasti ada hal-hal baik dibaliknya.
Pengertian Qadha dan Qadar
Secara umum, qadha berarti kepastian. Qadha adalah kehendak Allah mengenai segala hal dan keadaan, kebaikan dan keburukan, yang sesuai dengan apa yang akan diciptakan dan tidak akan berubah sampai terwujudnya kehendak tersebut. Misalnya adalah hari kelahiran dan kematian, serta jenis kelamin.
Sedangkan qadar secara umum berarti ketentuan. Yaitu perwujudan kehendak Allah terhadap semua makhluk-Nya dalam bentuk dan balasan tertentu, baik zatnya maupun sifatnya. Mudahnya, qadar adalah takdir yang masih dapat diubah oleh manusia melalui ikhtiar dan do’a.
Semua Takdir Itu Baik
Sejatinya, semua takdir itu baik. Selalu ada makna dan hikmah dibaliknya.
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَجِبْتُ لِلْمُؤْمِنِ، إِنَّ اللهَ لاَ يَقْضِي لِلْمُؤْمِنِ قَضَاءً إِلَّا كَانَ خَيْرًا لَهُ
“Aku begitu takjub pada seorang mukmin. Sesungguhnya Allah tidaklah menakdirkan sesuatu untuk seorang mukmin melainkan pasti itulah yang terbaik untuknya.” (HR. Ahmad, 3:117. Syaikh Syuaib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini sahih).
Hadits jibril yang membicarakan rukun iman menyebutkan:
وَتُؤْمِنَ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.” (HR. Muslim, no. 8)
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata, “Takdir itu tidak ada yang buruk. Yang buruk hanya pada yang ditakdirkan (al–maqdur, artinya manusia atau makhluk yang merasakan jelek). Takdir jika dilihat dari perbuatan Allah, semua takdir itu baik. Sebagaimana disebutkan dalam hadits, ‘Kejelekan tidak disandarkan kepada-Mu.’ Jadi, takdir Allah itu selamanya tidak ada yang jelek. Karena ketetapan takdir itu ada karena rahmat dan hikmah. Kejelekan murni itu hanya muncul dari pelaku kejelekan. Sedangkan Allah itu hanya berbuat baik saja selama-lamanya.” (Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyyah, hlm. 88)
Allah berfirman:
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216)
Allah yang lebih mengetahui akibat terbaik setiap perkara. Allah yang Mahatahu yang paling maslahat untuk urusan dunia dan akhirat kita. Sedangkan kita sendiri tidak mengetahui yang terbaik dan yang jelek untuk kita. (Tafsir Az-Zahrawain, hlm. 348-349)
Pada hakikatnya semua takdir itu baik. Semua yang datang dari Allah dan telah Allah takdirkan itu baik, walaupun tidak semua orang bisa melihat kebaikannya.
Segala sesuatu yang terjadi pada seorang muslim dan hal tersebut tidak sesuai dari apa yang diharapkannya adalah salah satu bentuk kasih sayang-Nya. Ujian itu hadir dengan tujuan menuntut mereka menuju kesempurnaan diri dan kesempurnaan kenikmatan-Nya. Jangan buru-buru mencela musibah yang Allah berikan, yakinlah ketetapan Allah adalah yang terbaik.
Allah juga berfirman:
فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa’: 19).
Wallahu a’lam.