Umar bin Khattab adalah sahabat Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam yang menjabat sebagai khulafaur rasyidin ke-2 menggantikan Abu Bakar ash-Shiddiq. Umar bin Khattab menjadi khalifah 10 tahun lamanya sejak dibaiat atas dasar wasiat dari khalifah sebelumnya yakni Abu Bakar ash-Shiddiq pada tahun 13 hijriyah sampai pada pembunuhannya pada 23 hijriyah.
Umar bin Khattab dalah khalifah pertama yang mendapat gelar Amirul Mukminin, yang kemudian gelar tersebut menjadi standar gelar para khalifah selanjutnya.
Pada awalnya Umar bin Khatab sangat menentang dakwah Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian pada tahun ke-6 kenabian, ia menyatakan keislamannya dan menjadi orang pertama yang berdoa secara terbuka di Ka’bah. Umar berpartisipasi dalam hampir semua pertempuran dan ekspedisi di bawah pimpinan Nabi Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Umar merupakan sahabat yang mendapat julukan dari Rasulullah al-Faruq / sang pembeda. Al Faruq tersemat terhadapnya lantaran kecerdasan dan kemampuannya untuk membedakan antara haq dan bathil, baik maupun buruk. Tak heran, tatkala ia menjalankan roda kepemimpinannya, banyak masalah yang dapat terselesaikan secara baik dan adil.
Kekuatan fisik dan mentalnya, ketegasan sikap dan keadilannya, ditambah lagi dengan keberaniannya bertindak, membuatnya menjadi seorang tokoh dan pemimpin yang sangat dihormati dan disegani, baik oleh lawan maupun kawan.
Dalam kepemimpnannya, ia mengutamakan jalan demokrasi bersama rakyatnya, dengan alasan bahwa rakyat mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk andil dalam sebuah pemerintahan.
Kisah Umar bin Khattab menolak gratifikasi
Suatu ketika, Khalifah Umar ibn Khaththab mengajak tamunya pergi ke rumahnya. Khalifah Umar berkata kepada istrinya, Ya Ummi Kultsum ! Keluarkanlah makanan yang ada. Kami kedatangan tamu dari jauh, dari Azerbaijan.”Istrinya menjawab, “Kami tidak mempunyai makanan selain roti dan garam.”
“Tidak mengapa,”jawab Umar. Kemudian keduanya makan roti dan garam.
Sesudah makan, Khalifah Umar ibn Khaththab bertanya kepada tamunya,”Apa maksud kedatangan Anda kali ini?”
Utusan Azerbaijan itu menjawab, Aku adalah utusan Negeri Azerbaijan. Amirku memerintahkan aku membawa hadiah ini untuk Baginda.”
Umar ibn Khaththab berkata,”Bukalah bungkusan itu, apa isinya?” Sesudah dibuka ternyata isinya gula-gula.
Utusan itu berkata, Gula-gula ini khusus buatan Azerbaijan.”
Umar bertanya lagi, “Apakah semua kaum Muslim mendapat kiriman gula-gula itu?” Utusan itu tertegun sejenak, lalu dia menjawab, “Tidak, Baginda…..gula-gula ini khusus untuk Amirul Mukminin…”
Mendengar perkataan itu, Umar marah sekali. Dia lalu memerintahkan kepada utusan tersebut untuk membawa gula-gula itu ke Masjid, dan membagi-bagikannya kepada fakir miskin kaum Muslim yang ada di sana. Umar berkata dengan nada marah, “Barang itu haram masuk ke perutku, kecuali kalau kaum Muslim memakannya juga. Dan kamu cepat-cepatlah ke negerimu. Beritahukan kepada yang mengutusmu, kalau mengulanginya kembali, akan kupecat dia dari jabatannya!”
Cuplikan kisah di atas memberi pelajaran kepada kita bagaimana seorang pejabat menyikapi gratifikasi atau pemberian hadiah. Umar menganggap pemberian hadiah ini sebagai suatu gratifikasi karena kalau dia bukan seorang khalifah, tak mungkin sang utusan tadi akan memberikan hadiah kepadanya.
Kisah Umar bin Khattab khalifah anti nepotisme
Ketika menjadi Amirul Mukminin, Umar dengan tegas menolak ide anaknya untuk meneruskan kekhalifahannya. Saat Umar terluka parah, ada yang menyarankan agar anaknya, Abdullah jadi penggantinya. Umar dengan tegas mengatakan, “Tidak mau! Jangan sekali-kali berpikir soal itu!”
Umar berpegang pada prinsip bahwa yang berhak meneruskan kekhalifahannya adalah yang benar benar layak dan mampu.
Umar r.a. sering berkeliling tanpa diketahui orang untuk mengetahui kehidupan rakyat, terutama mereka yang hidup sengsara. Dengan pundaknya sendiri, ia memikul gandum yang hendak diberikan sebagai bantuan kepada seorang janda yang sedang ditangisi oleh anak-anaknya yang kelaparan.
Jika Umar r.a. mengeluarkan peraturan baru, anggota-anggota keluarganya justru yang dikumpulkannya lebih dulu. Ia minta supaya semua anggota keluarganya menjadi contoh dalam melaksanakan peraturan baru itu. Apabila di antara mereka ada yang melakukan pelanggaran, maka hukuman yang dijatuhkan kepada mereka pasti lebih berat daripada kalau pelanggaran itu dilakukan oleh orang lain.
Dengan kekhalifahannya itu, Umar bin Khattab r.a. telah menanamkan kesan yang sangat mendalam di kalangan kaum muslimin. Ia dikenang sebagai seorang pemimpin yang patut dicontoh dalam mengembangkan keadilan. Ia sanggup dan rela menempuh cara hidup yang tak ada bedanya dengan cara hidup rakyat jelata. Waktu terjadi paceklik berat, sehingga rakyat hanya makan roti kering, ia menolak diberi samin oleh seorang yang tidak tega melihatnya makan roti tanpa disertai apa-apa.
Ketika itu ia mengatakan: “Kalau rakyat hanya bisa makan roti kering saja, aku yang bertanggung jawab atas nasib mereka pun harus berbuat seperti itu juga.”
Kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab ini menjadi contoh untuk kita semua agar menjadi pemimpin yang baik dan bertanggungjawab.