Manusia seringkali terjebak dengan situasi yang memakan banyak waktu dan tenaga untuk urusan dunia hingga tak jarang akhiratnya terlupakan. Sebagai umat muslim, sudah sepantasnya kita mengedepankan urusan akhirat daripada duniawi. Namun, bukan berarti Islam melarang kita untuk memikirkan urusan dunia. Hal yang perlu diingat sebagai seorang muslim bahwa dunia bukanlah prioritas. Sebagaimana nasihat Imam Syafi’i tentang dunia.
“Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu,”
(Imam Syafi’i )
Bukanlah sebuah masalah apabila harta berada di tangan seorang muslim walaupun itu banyak, namun akan menjadi masalah besar apabila harta berada di hati seorang muslim walau itu sedikit. Tidak mengapa seorang muslim tinggal di dunia, namun akan berbahaya jika dunia tinggal di hati seorang muslim.
Makna
Nasihat Imam Syafi’i “Jadikan akhirat di hatimu, dunia di tanganmu, dan kematian di pelupuk matamu,” memilki arti yang sangat dalam. Makna dari kalimat “akhirat di hati” yaitu prioritaskan akhirat sebagai tujuan hidup. Jangan sampai kita kehilangan akhirat karena mengejar dunia.
Sedangkan makna kalimat “dunia di tangan” yaitu fokus pada urusan dunia tanpa keterkaitan dengan perasaan. Dalam hal ini banyak yang justru terbalik antara urusan dunia dan akhirat. Banyak orang yang merasa cemas kehilangan harta namun biasa saja saat kehilangan kesempatan beramal dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pada kalimat “kematian di pelupuk mata” memiliki makna bahwa kita hidup di dunia hanyalah sementara dan kematian itu nyata. Jika kita menganggap seolah akan segera dijemput kematian, maka pasti akan memikirkan bekal apa yang sudah dipersiapkan untuk menghadapinya karena sebaik-baik nasihat adalah kematian.
Dalil
وَابْتَغِ فِيْمَآ اٰتٰىكَ اللّٰهُ الدَّارَ الْاٰخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيْبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَاَحْسِنْ كَمَآ اَحْسَنَ اللّٰهُ اِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِى الْاَرْضِۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ ٧٧
Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.” (Q.S Al-Qashash [28]: 77)
Pada ayat di atas disebutkan bahwa Allah memerintahkan kita untuk mencari pahala dengan apa yang kita dapatkan di dunia. Itu artinya tidak ada larangan bagi kita untuk memperhatikan urusan dunia namun tentu saja bukan untuk menjadi peioritas umat muslim. Kita harus berusaha mencari harta untuk menambah kedekatan kita dengan Allah SWT.
Kisah Kedermawanan Imam Syafi’i
Imam Syafi’i adalah seorang yang zuhud dan dermawan. Ada salah satu kisah yang menarik dari kedermawanan Imam Syafi’i. Rabi’ yang merupakan murid dari Imam Syafi’i menceritakan pengalamannya sendiri. Ia berkata: “Saya menikah, lalu Imam asy-Syafi’i bertanya kepadaku: “Istrimu, kamu beri mahar berapa?” Maka saya jawab: “Saya beri mahar 30 dinar, tetapi saya cicil 6 dinar dulu,” maka beliau langsung memberiku 24 dinar untuk menggenapinya.””
Padahal Imam Syafi’i bukanlah orang yang kaya raya, namun beliau mau memberikan hartanya sejumlah 24 dinar atau setara dengan 60 juta rupiah secara cuma-cuma. Hal ini tidak lain karena Imam Syafi’i percaya bahwa hartanya hanyalah amanah dari Allah untuk digunakan beramal shalih. Selain itu Imam Syafi’i takut jika menyimpan hartanya terlalu lama, maka harta itu tidak hanya ditangannya melainkan di hatinya.
Kesimpulan
Mengingat nasihat Imam Syafi’i tentang cara memandang dunia, kita diajak untuk memprioritaskan akhirat dalam setiap keputusan. Dunia dan segala yang di dalamnya hanyalah alat kita untuk meraih ridho Allah dan bukan tujuan akhir kita. Dengan menempatkan dunia di tangan kita dapat mengendalikan dunia tanpa adanya kecintaan terhadapnya. Dan dengan menempatkan kematian di pelupuk mata dapat membuat kita mempersiapkan bekal untuk menuju akhirat. Semoga Allah mempermudah kita untuk selalu mengamalkan nasihat dari Imam Syafi’i ini.