Dalam Islam, niat (niyyah) memegang posisi yang sangat penting karena niat menjadi penentu utama keabsahan amal ibadah dan tindakan seorang Muslim. Segala sesuatu bergantung pada niat. Karenanya,niat menjadi salah satu syarat sah dalam setiap ibadah yang hendak dikerjakan.
Mengutip dari buku Fiqih Niat oleh Dr Umar Sulaiman al-Asyqar, niat bermakna tujuan. Imam Nawawi mengartikan niat sebagai menuju ke sesuatu dan berkeinginan untuk melakukannya. Singkatnya, niat diartikan sebagai suatu tujuan dan keinginan.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّمَا الأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإنَّمَا لِكُلِّ امْرِىءٍ مَا نَوَى، فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوُلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوِ امْرأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إلَيْهِ.
Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya, sedangkan setiap orang akan mendapatkan sesuai dengan yang diniatkannya. Maka, barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa yang hijrahnya kepada dunia yang ingin diraih atau wanita yang ingin dinikahi maka hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah kepadanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Secara garis besar, hadits ini membahas bahwa amal kebaikan tergantung pada niat pelakunya, jika tujuannya ikhlas karena Allah dan Rasul-Nya, maka amalnya akan tertuju kepada Allah. Namun, jika amalnya hanya untuk menggapai urusan dunia, maka dia hanya mendapat yang dia cari.
Pentingnya Niat dalam Islam
Niat disebut sebagai dasar dan kunci suatu amal perbuatan. Bahkan, niat disebut sebagai ruh, penuntun dan pengendali suatu amalan. Niat tersebut menjadi pondasi yang menentukan keberkahan dan makna dari setiap awalan. Bahkan, niat itu lebih utama dari amalannya itu sendiri seperti dikatakan Nabi Muhammad SAW dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi.
نِيةُ المُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya: “Niat seorang mukmin lebih utama daripada amalnya.” (HR. Baihaqi)
Seorang muslim harus meyakini bahwa niat adalah rukun sekaligus syarat bagi segala amal. Karenanya, niat dipandang bukan sekadar ucapan, melainkan kesemangatan hati untuk beramal sesuai dengan tujuan mendapat manfaat yang benar. Amal tanpa niat yang benar menyebabkan pelakunya berbuat riya’ yang dibenci oleh Allah SWT.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa niat menjadi ruh sekaligus kaki bagi amal. Sahnya amal bermula dari sahnya niat. Begitu pula dengan rusaknya amal bermula dari rusaknya niat.
Pembagian Niat
Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi AL-Haddad menjelaskan perkara tentang niat dalam kitabnya yang berjudul Risâlatul Mu’âwanah wal Mudzâharah wal Muwâzarah. Beliau menjelaskan bahwa niat baik terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Berniat Baik dan Melakukannya
Orang yang mempunyai niat baik dan melakukan amalan yang baik maka orang itu akan diberikan pahala yang berlipat-lipat. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW.
“Dan apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu mengamalkannya, Allah ‘azza wa jalla akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai perbuatan 100 kebaikan sampai 700, bahkan berlipat-lipat ganda banyaknya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
2. Berniat Baik tetapi Tidak Jadi Melakukannya
Seseorang yang memiliki niat baik dan mampu melakukannya tetapi tidak jadi melakukannya, maka orang itu akan mendapatkan pahala satu kebaikan. Hal ini berdasarkan hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim.
“Maka apabila seseorang berniat melakukan sesuatu kebaikan lalu tidak jadi melaksanakannya, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya satu kebaikan sempurna.”
3. Berniat Baik tetapi Tidak Mampu Melakukannya
Ketika seseorang memiliki niat yang baik namun tidak mampu melakukannya, maka orang tersebut akan mendapatkan pahala sebagaimana orang yang mampu. Hal ini sebagaimana penjelasan dari Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi Al-Haddad.
“Bagi orang seperti itu disediakan pahala seperti yang disediakan bagi si pelaku baik dalam hal kebaikan ataupun kejahatan.”
Selain ketiga hal tersebut, ketika seseorang memiliki niat untuk melakukan sesuatu yang buruk tetapi tidak jadi melakukannya juga mendapatkan pahala dari Allah karena berhasil mengurungkan niatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang artinya sebagai berikut:
“Dan bila seseorang berniat melakukan suatu kejahatan lalu ia tidak melaksanakan, Allah akan mencatat pahalanya di sisi-Nya sebagai satu kebaikan sempurna, dan bila ia berniat melakukan suatu kejahatan kemudian melaksanakannya pula, maka Allah akan mencatatnya di sisi-Nya sebagai satu kejahatan. “
Sesuai dengan kalimat innamal a’malu binniyat , kita memang harus selalu berusaha untuk melibatkan Allah SWT dalam kegiatan apa pun yang kita jalani. Baik itu kegiatan ibadah, belajar, bekerja, makan, minum, dan kegiatan lainnya.
Secara keseluruhan, niat adalah aspek fundamental dalam praktik keagamaan dan kehidupan sehari-hari seorang Muslim. Dengan niat yang benar, amal ibadah tidak hanya menjadi sebuah kewajiban, tetapi juga sebuah perjalanan spiritual yang mendalam yang membawa seseorang lebih dekat kepada Allah SWT.