Apa itu FOMO?
Di era saat ini, segala aktivitas manusia tidak terlepas dari dunia digital. Informasi dapat kita peroleh secara cepat hanya dengan melalui smartphone atau perangkat digital lainnya. Hal ini memudahkan kita untuk terus mengetahui segala hal yang terjadi saat, kapan saja, dan di mana saja.
Perkembangan teknologi membuat orang mudah mengakses informasi, termasuk tren tertentu. Keberadaan media sosial seakan-akan menjadi dilema bagi penggunanya. Bagaimana tidak, kehadirannya memunculkan dampak positif dan negatif. Di balik cepatnya informasi yang mereka dapat, pengguna media sosial kerap merasa takut ketinggalan akan suatu informasi atau tren tertentu atau biasa disebut FoMO (Fear of Missing Out).
Fear of Missing Out (FOMO) merupakan fenomena psikologis yang semakin marak di kehidupan serba modern seperti sekarang ini. Kondisi ini menggambarkan ketakutan melewatkan momen, pengalaman, atau aktivitas yang sedang terjadi atau populer di lingkungannya.
Istilah ini pertama kali muncul pada tahun 2004 oleh Patrick McGinnis. Tulisannya dimunculkan dalam koran Harvard Business School bertajuk “Social Theory at HBS: McGinnis’ Two FOs” Sehingga orang-orang yang terjangkit kondisi ini, selalu merasa takut dicap ketinggalan zaman dan kurang pergaulan. Selain itu, mereka beranggapan akan menemukan kebahagiaan yang sama dengan orang-orang yang mampu mengikuti tren kekinian, seperti gambaran di sosial media.
Mereka tidak akan merasa tenang dan senang sampai mereka mendapatkan barang-barang atau melakukan aktivitas kekinian. Tanpa mempertimbangkan aspek kebutuhan dan kebermanfaatannya bagi mereka.
Perspektif Islam Tentang FOMO
Apabila kita tidak mengelola FOMO dengan bijak,maka akan menimbulkan dampak yang negatif. Tentunya dari dampak tersebut menjadikan diri kita kurang produktif, karena hanya sibuk memantau kegiatan orang lain yang tidak sama sekali bermanfaat.
Rasulullah saw. bersabda:
مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيْهِ
Artinya: "Sesungguhnya di antara ciri sempurnanya keislaman seseorang adalah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat baginya.” (HR Tirmidzi )
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, dikutip pendapat Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan bahwa kata ما لا يعنيه (Apa-apa yang tidak bermanfaat), meliputi perkataan, perbuatan yang tidak memunculkan manfaat bagi seorang muslim.
Lalu,bagaimana sikap yang harus dilakukan seorang muslim terkait dengan FOMO?
Bagi umat Islam, mengelola FOMO berarti memprioritaskan kepatuhan kepada Allah dan menjaga keseimbangan dalam hidup. Misalnya, tidak mengabaikan kewajiban ibadah dan moral hanya karena ingin mengikuti tren atau kegiatan sosial. Memiliki perspektif yang jelas tentang apa yang benar-benar penting dan membawa kebermanfaatan.
Apabila kita tidak mengelola FOMO dengan bijak,hal tersbut dapat menimbulkan kemudharatan. Fenomena ini seringkali menimbulkan perbandingan diri dengan orang lain, terutama dalam hal kekayaan, status sosial, atau popularitas. Islam mengajarkan untuk menghindari perbandingan yang merugikan ini dan untuk bersyukur atas apa yang telah diberikan Allah.
Rasulullah SAW bersabda:
إِنَّ مِمَّا أَخَافُ عَلَيْكُمْ من بعدي ما يفتح عليكم من زهرة الدنيا و زينتها
“Sesungguhnya di antara yang aku khawatirkan pada diri kalian setelah peninggalanku ialah dibukakannya bunga dunia dan pernak-perniknya untuk kalian"
Termaktub pula dalam Al Quran surat Al Hadid ayat 20:
اعْلَمُوا أَنَّمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا لَعِبٌ وَلَهْوٌ وَزِينَةٌ وَتَفَاخُرٌ بَيْنَكُمْ وَتَكَاثُرٌ فِي الْأَمْوَالِ وَالْأَوْلَادِ ۖ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَعْجَبَ الْكُفَّارَ نَبَاتُهُ ثُمَّ يَهِيجُ فَتَرَاهُ مُصْفَرًّا ثُمَّ يَكُونُ حُطَامًا ۖ وَفِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ شَدِيدٌ وَمَغْفِرَةٌ مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانٌ ۚ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Qs Al Hadid ; 20)
Hakikatnya,dunia hanyalah kefanaan. Pencapaian duniawi tidak boleh mengaburkan tujuan akhirat. Fenomena yang memang tak bisa terhindarkan ini harus disikapi dengan baik. Jangan sampai kita menjadi korban FOMO yang akan menurunkan value kita sebagai umat muslim. Akan menjadi lebih baik jika kita FOMO dalam konteks spiritual.
Dalam ajaran Islam, kesadaran akan waktu dan peluang adalah penting. Al-Qur'an mengajarkan konsep-konsep seperti tawakkal (mempercayai Allah) dan qadar (ketentuan Allah). Maka dari itu, ketakutan akan kehilangan peluang tidak boleh menggantikan kepercayaan penuh kepada Allah SWT. Nabi Muhammad SAW juga mengingatkan umat Islam untuk menjaga keseimbangan dalam kehidupan dunia dan akhirat, serta menjauhkan diri dari keinginan yang tidak sehat.
Dalam Islam, kesadaran akan FOMO dapat membimbing umatnya untuk hidup dengan bijak, berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan spiritual yang kuat, serta menjaga keseimbangan antara kehidupan dunia dan akhirat. Dengan menjalani kehidupan sesuai dengan ajaran agama, umat Muslim dapat mengelola FOMO dengan cara yang membangun keimanan dan membawa kebahagiaan sejati.